Selasa, 29 November 2011

SEJARAH SINGKAT PERKEMBANGAN HADITS

SEJARAH SINGKAT PERKEMBANGAN HADITS


Suasana dan keadaan yang telah dilalui hadits sejak dulu hingga masa dewasa ini, dapat ditarik sebuah garis besar bahwa hadits merupakan salah satu sumber hukum syari’at yang melalui empat priode dan sekarang menempuh periode kelima
Masa pertama: Masa Rasulallah. Rasulullah hidup ditengah-tengah masyarakat sahabatnya, para sahabat dapat berjumpa langsung dengan rosulullah, berinterkas dengan bebas, sehingga seluruh perbuatan, ucapan dan ketetapan Nabi Muhammad SAW menjadi perhatian para sahabat, namun tidak semua sahabat yang dapat berinteraksi dengan Rasulullah hingga mengikuti beliau kemanapun dia pergi, mengingat keadaan sahabat yang berbeda-beda ada yang tinggal di kota, di dusun, ada pula karena propesi yang menghalangi mereka untuk berinteraksi secara leluasa dengan Rasulallah SAW.
Para sahabat dalam menerima hadits nabi perpegang kepada kekuatan hafalan mereka bukan dengan jalan menulis:
لا تكتبوا عني غير القران (رواه مسلم)
“janganlah kamu menuliskan dariku kecuali Al-Qur’an” (HR. Muslim)
Maka mereka menghafal Hadits dari rasul dan menyampaikannya kepada orang laian dengan cara dihafal pula.
Kebanyakan ulama berpendapat bahwa larangan menuliskan hadits dimansukhkan oleh perintah sesudahnya :
اكتب عني فوالذي نقسي بيده ما خرج من فمي الا حق
“Tulislah apa yang engkau dengar dariku demi tuhan yang jiwaku ada ditangannya, tidak keluar dari mulutku kecuali kebenaran”
Sebagian ulama berpendapat bahwa larangan menuliskan hadits titujukan bagi mereka yang dikhawatirkan mencampur adukan al-quran dan as-sunnah.
Tegasnya, mereka berpendapat bahwa tidak ada pertentangan antara dilarang dan diizinkan, apabila kita pahami bahwa yang dilarang adalah pembukuan secara resmi seperti al-quaran. Dan diizinkan bagi mereka yang hanya menulis sunnah untuk dirinya sendiri.
Cara-cara para sahabat meriwayatkan hadits adakalanya dengan lafal asli dan adakalanya dengan maknanya saja.
Lafal-lafal yang yang dipakai oleh para sahabat dalam meriwaytkan hadits, baik perkataan, perbuatan dan ketetapannya para ahli usul membaginya kedalam lima derajat
سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم .....
قال صحا بى قال رسول الله صلى الله عليه وسلم......
قا ل صحا بي امر رسل الله صلي الله عليه وسلم......
قا ل صحا بي امرنا رسل الله صلي الله عليه وسلم كذا..
نحن صحا بة نعمل كذا و رسل الله صلي الله عليه وسلم.......
Masa kedua: Masa Khulafa’ Rasyidin. Setelah Rasulullah wafat, para sahabat tidak lagi berdiam di madinah, mereka pergi kekota-kota lain sehingga hadits tersebar luas namun pada waktu itu hadits sangat terbatas sekali, hadits hanya disampaikan kepada orang yang membutuhkan saja dan apabila perlu saja karena ditakutkan banyak riwayat-riwayat yang terdapat tanda-tanda kepalsuan. Perkembangan hadits dan memperbanyak riwayat terjadi setelah kholifah abu bakar yaitu umar bin khotob, utsman bin affan dan ali bin abi thalib.
Dengan tegas sejarahwan mengungkapkan ketika umar menjabat menjadi khalifah beliau memerintahkan para sahabat dengan tegas agar menyelidiki riwayat. Ada dugaan sebagian ahli sejarah hadits bahwa umar pernah memenjarakan ibnu mas’ud dan abu dzar laantaran memperbanyak riwayat. Namun dugaan ini tidak ditemukan dalam sebuah kitab yang mutabar dan tanda kepalsuanpun namapak. Ibnu masud orang yang dihormati oleh umar sedang dimaklumi pula dalam menentukan hukum memerlukan hadits. Megenai abu dzar dan ibnu mas’ud sejarah ahli hadits tidak memasukan ibnu mas’ud dan abu dzar kedalam golongan yang memperbanyak riwayat.
Sehingga pada masa khulafa’ rasyidin ditetapkan dalam periwayata sebuah hadits agar para sahabat berhati-hati dalam menerima hadits harus (disyaratkan) disaksikan kebenarannya oleh orang yang laian.
Masa ketiga: masa sahabat dan tabiin. Setelah masa utsman dan ali, banyak wilayah-wilayah yang ditaklukan islam, seperti syiria, irak (20 H) mesir (21 H), Persia (56 H), sepanyol (96 H) para sahabatpun banyak yang berpindah ke tempat-tempat itu kemudian mendirikan “pesantren” tempat mengajarkan Al-Quran dan  al-hadits lalu timbulah usaha yang lebih serius untuk mencari dan menghafal hadits serta menyebarkannya ke masyarakat luas.
Dalam fase ini hadits mulai disebarkan dan mulai diperhatikan, para tabiin mulai memberikan perhatian secara sempurna kepada para sahabat para tabiin berusaha menjumpai para sahabat ke tempat-tempat yang jauh dan berusaha “memindahkan hafalan” sebelum para sahabat meninggal. Tentunya yang dicari adalah para sahabat yang banyak meriwayatkan hadits dari nabi diantaranya ialah orang yang pertama memeluk islam, terus menerus mendampingi nabi, diantara para sahabat yang banyak meriwayatkan hadits nabi ialah:
1.      Abu Hurairah, sebanyak 5.374 Hadits
2.      Abdullah bin Umar, sebanyak 2.630 Hadits
3.      Aisyah, sebanyak 2.21o Hadits
4.      Abdullah bin Abbas, sebanyak 1.660 Hadits
5.      Jabir bin Abdullah, sebanyak 1.540 Hadits
6.      Ibnu Said Al-khudry, sebanyak 1.170 Hadits
Diantara hal yang tumbuh dalam masa ketiga ini. Muncul orang-orang yang membuat hadits palsu. Hal ini terjadi setelah ali wafat.
Sejak menyebar luasnya fitnah di akhir masa utsman, umat islam terpecah menjadi beberapa golongan. Pertama, golongan yang mendukung ali, yang kemudian dinamakan syiah. Kedua, golongan yang menentang ali dan muawiyah, yaitu khwarij. Ketiga, golongan jumhur yaitu golongan yang pro pemerintah pada saat itu.
Umat islam yang terpecah belah kedalam golongan-golongan tersebut, demi kepentingan politik mereka berupaya mendatangkan hujjah untuk mendukung eksistensi mereka. Maka mereka berusaha membuat hadits-hadits palsu dan menyebarkannya kepada masyarakat.
Mulailah pada pase ketiga ini periwayatab hadits terbagi menjadi dua, yaitu riwayat shahih dan riwayat palsu. Kian hari kian bertambah dan beraneka pula, yang mula-mula melakukan pekerjaan  ini adalah  golongan syiah, sebagaimana yang diakui oleh Ibnu Abi Al-Haddad, seorang ulama syiah dalam kitabnya syarah nahjul balaghoh dia menulis,”ketahuilah bahwa asal mula timbul hadits yang menerangkan keutamaan pribadi-pribadi adalah dari golongan syiah sendiri”.
Maka dengan keterangan ringkas ini nyatalah bahwa kota yang mula-mula mengembangkan  hadits-hadits palsu ilaha Baghdad (irak)
Masa keempat: masa pengumpulan dan pembukuan Hadits. Ketika khalifah dipegang oleh Umar bin Abdul Aziz yang dinobatkan pada tahun 99 H. seorang khalifah yang terkenal adil dan wara’ sehingga beliau dipandang “khalifah Rasyidin kelima” tergerakan hatinya untuk membukukan hadits mengingat banyak para perawi yang meninggal. Beliau khawatir bila hadits tidak sgera dikumpulkan dan bukukan dari perawinya, mungkinlah hadits itu akan lenyap dari permukaan bumi dan dibawa kea lam barzakh oleh para penghafalnya.
Untuk mewujudkan maksud dan tujun baik tersbut Umar bin Abdul Aziz mengirim surat kepada gubernur di semua wilayah supaya berusaha hadits-hadits yang ada pada ulama yang tinggal di wilayah mereka masing-masing.
Kitab yang ditulis oleh Ibnu Hazm  adalah kitab hadits yang pertama ditulis atas perintah kepala Negara, namun tidak samapai kepada kita karena tidak dipelihara dengan semestinya. Kemudian ulama besar berlomba-lomba membukukan hadits, dengan tidak menyaringnya maka dalam perkembangan ini muncul beberapa istilah hadits berdasarkan ujung sanadnya. Maka dalam kitab-kitab itu terdapat hadits marfu’, maukuf dan maqthu’.
Seorang imam besar bernama Ishaq bin rahawaih, terdorong untuk memulai usaha memisahkan hadits-hadits shohih dan yang tidak. Pekerjaan mulia ini kemudian disempurnakan oleh imam Al-bukhary yang menyusun kitabnya yang terkenal jami’u shahih yang membukukan hadits-hadits yang dianggap shahih saja, kemmudian diikuti oleh muridnya yang sangat alim, yaitu imam muslim maka dengan usaha keras syaikhon ini kita menemukan sumber hadits-hadits yang shahih.
Sesudahnya imam bukhari dan imam muslim tersusun, muncul pula beberapa imam yang mengikuti jejek kedua pujangga tersebut seperti abu dawud, at-turmudzi, an-nasai’, kemudian terkenal dalam kalangan masyarakat sebagai Al-Ushul Al-Khomsah dasiamping itu ibnu majjah berusaha menyusun kitab sebuah kitab, kemudian oleh sebagian ulama digolongkan sebagai kitab induk, lalu menjadikan kitab induk itu enam buah dan banyak dikenal dengan nama Al-Kutub As-Sittah.
Masa kelima. Priode mensyarhkan.
 Setelah kitab-kitab induk hadits terhimpun kemudian disusul dengan kitab-kitab kumpulan hadits ahkam, kumpulan hadits bilangan dan lain sebagainya, namun masih ada yang kurang, mengingat bahasa yang dipakai oleh rasulullah SAW penuh dengan makna yang terkandung didalamnya, sehingga diperlukan sekali mensyarahkan hadits, terutama bagi orang-orang yang dalam tahap pembelajaran, priode mensyarahkan hadits ini samapi sekarang masih berjalan.